Puteri Wei Yang Chapter 07

Chapter 7 : Kembali ke kediaman Li

Setelah tinggal selama setengah bulan di kediaman Li di Peng Chang, mereka memberikan Wei Yang dua pelayan dan dua mama untuk menemaninya di perjalanan ke Ibukota. Perdana Menteri mengirimkan kereta kuda untuk menjemputnya. Tirainya terbuat dari sutra berwarna merah yang megah dan berhiaskan permata berbagai warna, melengkapi sulaman bunga peony yang indah. Dekorasi di dalam kereta itu terlihat kontras dibandingkan dengan tampilan luarnya yang sederhana dan membosankan.

Li Wei Yang hanya melirik sepintas dan kemudian tidak melihatnya lagi. Dia tahu kereta itu hanyalah alat bagi Da Furen untuk mengintimidasinya.

Ini hanyalah permulaan.

Di dalam kereta, Bai Zhi dengan hati-hati meletakkan secangkir teh panas ke meja kecil yang terbuat dari kayu rosewood (sonokeling). Dia melirik Li Wei Yang yang sedang memejamkan mata dan beristirahat. Dia merasa gugup dan bertanya-tanya apakah dia harus memulai pembicaraan dengan Wei Yang, karena dia merasa San Xiaojie tidak punya aura seseorang yang biasa berpergian sendiri.

Dia melirik Zi Yan yang sedang duduk di sisi yang berlawanan. Melihat ekspresi aneh yang sama pada Zi Yan, dia menjadi lebih gugup. Mereka berdua adalah pelayan yang dikirimkan oleh keluarga Li di Ping Cheng untuk mengurus keperluan San Xiaojie. Akan tetapi, mereka tidak tahu tentang kepribadian San Xiaojie sehingga mereka memilih untuk diam.

Li Wei Yang dengan lembut menutup matanya dan ingatannya kembali ke tahun itu dimana dia untuk pertama kali kembali ke kediaman Perdana Menteri. Dengan berhati-hati dia melangkahkan kakinya ke dalam kediaman Perdana Menteri diiringi tatapan Da Furen yang seakan-akan sedang memindai seluruh tubuhnya.

Senyum cerah dan penuh dengan kebijaksanaan muncul di wajahnya saat dia berkata, “Oh! Anak ini benar-benar punya keberuntungan yang bagus! Cepat bantu dia ganti pakaian.”

Pada saat itu dia seorang yang pemalu dan penakut, selalu gelisah dan gugup. Ketika dia mendengar kata-kata itu dia merasa sangat bersyukur. Jika bukan karena Da Furen, ayahnya pasti tidak akan mengingat dia yang terlahir dari seorang selir di bulan februari.

Sayangnya, saat itu dia tidak menyadari penghinaan dan rasa benci yang tersembunyi di balik tatapan Da Furen.

Ketika tiba di kediaman Perdana Menteri, Li Wei Yang tidak bisa membaca. Dia bahkan tidak bisa mengeja satu katapun. Gadis desa adalah julukan yang cocok untuk menggambarkan situasinya saat itu. Jika tersebar berita bahwa dia adalah putri Perdana Menteri tapi tidak bisa membaca, dia pasti akan menjadi bahan tertawaan orang-orang.

Dia ingat ketika Tuo Ba Zhen masih menjadi seorang pangeran yang tidak punya reputasi, kemampuan dan kekuatan untuk menjadi kaisar yang berikutnya. Karena alasan itu, bagaimana mungkin ayahnya dan Da Furen mau menikahkan kakak tirinya yang secantik peri, Li Zhang Le dengan pangeran yang tidak punya masa depan yang jelas? Akan tetapi mereka juga tidak bisa menolak lamaran itu. Karena Tuo Ba Zhen masih punya Wu Xian Fei, ibu angkatnya yang dihormati oleh banyak orang. Tapi siapa yang menduga Tuo Ba Zhen akan menjadi seorang Kaisar, dan seorang gadis desa yang beberapa tahun lalu bahkan tidak bisa membaca akan menjadi seorang Permaisuri.

Saat itu, setelah bertemu dengan Da Furen, dia kemudian mengikuti seorang pelayan. Ketika melewati sebuah ruang belajar, terdengar suara seseorang sedang membaca sebuah puisi.

Li Wei Yang mendengar suara itu menggema :

“Pohon persik yang muda dan anggun.
Bunga-bunganya berkilau.
Gadis muda ini akan menuju rumah masa depannya,
Dan akan menata kamar dan rumahnya.”

Li Wei Yang memang buta huruf saat itu, tapi dia merasa kata-kata dan irama orang itu membuatnya merasa tenang.

Dia ingin mendengar lebih banyak lagi, tapi tiba-tiba dikejutkan oleh suara teriakan. “Ah! Apa yang sedang kau lakukan disini?”

Terkejut, Li Wei Yang menoleh dan melihat seorang gadis sedang melihatnya dengan mata terbelalak.

Xiansheng yang sedang membaca puisi juga melihat ke arah Li Wei Yang dan bertanya, “Apakah dia pelayan di kediaman ini?”

Pertanyaan sederhana seperti itu membuat wajah Li Wei Yang menjadi merah dan tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.

Gadis cantik itu menatapnya. Sebenarnya dia tahu siapa Li Wei Yang tapi dia masih menutup mulutnya dan tertawa. “Pelayan! Kenapa bisa ada pelayan hina seperti dia di kediaman ini?” kata-katanya penuh dengan hinaan.

Li Wei Yang menundukkan kepalanya dan memandang dirinya sendiri. Dibandingkan dengan gadis-gadis bangsawan lainnya, dia seperti berasal dari dunia lain. Dia mengepalkan tangannya, merasa tidak puas.

Gadis cantik itu masih belum berhenti. “Kenapa kau masih berdiri disini? Tidakkah kau lihat kau mengganggu pelajaran Xiansheng? Cepat pergi!”

“San Xiaojie, kita harus pergi.” Pelayan disampingnya berbisik.

Li Wei Yang berharap dia bisa mengubur dirinya di dalam lubang saat itu.

Tiba-tiba terdengar suara yang merdu. “Chang Xi, dia adalah San jie mu – Wei Yang! Bagaimana mungkin kau tidak tahu?” suara itu membuat dia merasa lega, seperti sebuah suara dari surga.

Tak lama kemudian, dia tahu jika gadis yang menolongnya adalah Li Zhang Le. Li Wei Yang mematung untuk beberapa lama. Dia belum pernah bertemu dengan orang yang luar biasa sebelumnya. Dia bahkan tidak pernah mendengar suara semerdu itu. Dalam hati dia berkata. Bahkan peri tidak bisa dibandingkan dengan dia. . .

“San Xiaojie! San Xiaojie!” Zi Yan dengan lembut memanggil namanya.

Li Wei Yang perlahan membuka kedua matanya. Dia duduk dengan tegak dan menyeringai. Dia memang sedikit menyeringai tapi itu tetap membuatnya terlihat penuh semangat dan menggemaskan. “Ada apa?”

Zi Yan tersenyum dan menjawab, “San Xiaojie, kita hampir sampai.”

Li Wei Yang membuka gorden yang menutupi jendela. Kereta yang dinaikinya baru saja melewati gerbang Zheng An dan akan segera tiba di Changmen dimana kediaman Perdana Menteri berada. Kediaman Perdana Menteri tidak terletak di lokasi yang ramai, tidak juga berada di kompleks para bangsawan. Ketika bangunan itu pertama kali didirikan, seorang pangeran menginginkannya dan meminta secara langsung kepada Kaisar tapi kemudian tidak menempatinya karena tidak menyukai lokasinya. Dikemudian hari, Pangeran itu tertangkap sedang berkomplot untuk menggulingkan Kaisar, tetapi tidak berhasil dan mendapatkan hukuman mati dengan meminum anggur beracun. Kekayaannya diambil alih dan bangunan itu disita oleh Departemen Rumah Tangga Kekaisaran. Bangunan itu kemudian dibeli oleh keluarga Li dan diwariskan secara turun temurun.

Bangunan itu awalnya didirikan sebagai tempat pensiun pangeran itu. Kebunnya dihiasi dengan batu-batuan dan deretan pohon wisteria. Sangat elegan dan membuat siapapun yang melihatnya menjadi tenang. Luasnya memang tidak sebanding dengan taman milik bangsawan yang lain, akan tetapi jika membandingkan arsitektur dan desainnya, maka bisa dibilang taman inilah yang terbaik.

Jarak yang mereka tempuh memang dekat, akan tetapi suara langkah kaki kuda yang monoton membuat mereka seakan menempuh perjalanan yang lama.

Akhirnya, kereta kuda berhenti.

Diluar terdengar suara yang anggun dari seorang pelayan wanita tua, “San Xiaojie telah tiba!” kemudian dia meletakkan sebuah bangku kecil di samping kereta kuda. Bai Zhi dan Zi Yan turun dari kereta terlebih dahulu dengan menggunakan bangku itu. Kemudian mereka berbalik dan membantu Li Wei Yang turun dari kereta.

Dia memasuki kediaman Li dan berjalan melewati koridor. Di kedua sisi lorong, terlihat beberapa kandang bambu yang digantung, terdapat beberapa jenis burung seperti, robin, lark, kepodang merah dan kuning, parkit, merpati, dan lain-lain. Ratusan jenis burung berbagai macam jenis serempak berkicau, meniciptakan melodi yang lembut dan merdu. Li Wei Yang melihat sejenak ke arah seekor elang dan tatapan matanya yang tajam sebelum mengalihkan perhatiannya ke tempat lain.

Di sepanjang jalan, dia bertemu dengan sekelompok pelayan berpakaian hijau dengan aksesoris berwarna biru. Mereka berdiri tanpa suara tetapi ketika melihat Li Wei Yang, mereka membungkuk dengan hormat.  Adegan ini sama persis dengan yang terjadi di masa lalunya.

Di masa lalu, ketika dia melihat para pelayan itu, dia menjadi gugup dan dia menjadi salah tingkah. Sebenarnya, Da Furen bisa saja mengirimkan seseorang untuk mengajarinya tata karma atau seseorang dari keluarga Li di Ping Cheng menjelaskan hal ini kepadanya. Sebaliknya mereka malah membiarkannya tampil seperti seseorang yang tidak berpendidikan, membuat orang lain memiliki pikiran yang buruk tentang dia.

Li Wei Yang mengenang masa-masa itu. Dia menyeringai, tapi tetap tidak berhenti berjalan dan melihat para pelayan di sekelilingnya. Dia terus mengikuti pelayan didepannya. Bai Zhi dan Zi Yan terburu-buru mengikuti langkahnya.

“Kau lihat dia? Dia adalah San Xiaojie!”

“Dia sangat cantik. Bahkan cara berjalannya juga sangat anggun! Bukannya dia besar di desa?”

“Memang benar, walaupun begitu dia tetaplah seorang Xiaojie. Dia tidak membiarkan kondisinya mempengaruhi tingkah lakunya dan membuat dia menjadi seorang pecundang!”

Li Wei Yang tidak tertarik dengan pembicaraan para pelayan itu. Dia terus berjalan menuju ke He Xiang Yuan (Istana Teratai).

Seorang pelayan membuka pintu dengan hati hati saat melihat Wei Yang mendekat. Dengan tersenyum dia berkata, “San Xiaojie.”

Li Wei Yang tersenyum sedikit dan mengangguk ke arah pelayan itu lalu masuk kedalam ruangan.

Bai Zhi dan Zi Yang mengikutinya. Lantai ruangan itu terbuat dari marmer yang dipoles dengan sangat hati-hati sampai-sampai bisa memantulkan bayangan seperti cermin. Diatas kepala mereka tergantung lentera berbentuk segi delapan yang sangat indah dan pilar-pilar yang terbuat dari gading berdiri tegak di hadapan mereka. perabotan yang lain terbuat dari kayu pohon pir atau kayu hitam dengan ukiran bunga tradisional. Sangat mewah dan membuat orang biasa sulit untuk berpaling.

Dua pelayan dari Ping Cheng sampai merasa napas mereka berhenti.

Mewah sekali!

Li Wei Yang, yang seharusnya juga ikut tercengang dengan perabotan yang mewah di kediaman ini terlihat tidak perduli. Dengan anggun dia melangkah maju, tersenyum dan kemudian membungkuk dengan hormat kepada Lao Furen yang duduk di tengah.

“Wei Yang memberi salam kepada nenek, ibu, dan kedua bibi.”



Comments